Rabu, 30 Desember 2009

Perkembangan Lansia

BAB I

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk eksploratif, karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia sebagai makhluk potensial karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan secara nyata.

Selanjutnya manusia juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya ,karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya.Bantuan yang dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya .Bimbingan dan pengarahan yang diberikan dalam dalam membantu perkembangan tersebut pada hakekatnya diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri,yang sudah tersimpan seagai potensi bawaannya. Karena itu bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan berdampak negatif bagi perkembangan manusia.

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tata cara berkomunikasi pada lansia.

2. Dapat memberikan komunikasi terapeutik pada lansia.

3. Mahasiswa mampu memahami pasien lansia

4. Mahasiswa mampu mengetahui kondisi psikis lansia

5. Dapat membantu proses keperawatan pada lansia.

BAB II

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI MANUSIA

A. Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.

Ciri-ciri Manusia Lanjut Usia (65 tahun – meninggal dunia) :

a. Masa usia pensiun

b. Kesehatan menurun

c. Waktu reaksi terhadap sesuatu menjadi lebih panjang

d. Masa kemunduran dari kesanggupan fisik dan mental

e. Kemunduran panca indera

f. Kurang darah

g. Kemampuan reproduksi telah berakhir (wanita)

Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997). Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.

Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan

tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya. Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia.

BAB III

Kebutuhan Hidup Orang Lanjut Usia

A. Pendahuluan

Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak

berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik.

Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri. Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. (2) Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3) Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya (4)

Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan.

Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar (Setiati,2000). Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya.

B. Faktor Kesehatan

Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan psikis meliputi penyesuaian terhadap kondisi lanjut usia

1. Kesehatan Fisik

Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia.

Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik,

pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap

tertentu (Prasetyo,1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Joseph J. Gallo (1998) mengatakan untuk menkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.

Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan.

2. Kesehatan Psikis

Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab menurunnya kesehatan psikis adalah menurunnya pendengaran. Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.

Menurunnya kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif. Zainudin (2002). Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif dan psiko motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian lanjut usia sebagai berikut : (1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2) Tipe Kepribadian Mandiri , pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan otonomi pada dirinya (3) Tipe Kepribadian Tergantung , pada tipe ini sangat dipengaruhi kehidupan keluarga . Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus terbawa arus kedukaan (4) Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya.

Banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonomi rusak (5) Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

C. Faktor Ekonomi

Pada umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang produktif lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu golongan mantap, kurang mantap dan rawan (Trimarjono, 1997). Golongan mantap adalah para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat menikmati kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut dapat mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Pada golongan kurang mantap lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi , tetapi sempat mengadakan investasi pada anak-anaknya, misalnya mengantar anak-anaknya ke jenjang pendidikan tinggi, sehingga kelak akan dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup kepada anaknya sehingga ketika purna tugas datang akan mendatangkan kecemasan karena terancam kesejahteraan

Pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat ditinjau dari pendapatan lanjut usia dan kesempatan kerja.

1. Pendapatan

Pendapatan orang lanjut usia berasal dari berbagai sumber. Bagi mereka yang dulunya bekerja , mendapat penghasilan dari dana pensiun. Bagi lanjut usia yang sampai saat ini bekerja mendapat penghasilan dari gaji atau upah. Selain itu sumber keuangan yang lain adalah keuntungan, bisnis, sewa, investasi, sokongan dari pemerintah atau swasta, atau dari anak, kawan dan keluarga (Kartari, 1993 ; Yulmardi, 1995).

Upah/gaji sebagai imbalan dari hasil kerja para lanjut usia tidaklah tinggi. Data hasil Sensus Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) tahun 1996 memperlihatkan bahwa upah yang diterima orang lanjut usia antara Rp.50.000,- sampai dengan Rp. 300.000,- per bulan (Wirakartakusuma,2000). Di perkotaan upah/gaji para lanjut usia yang bekerja relatif lebih tinggi daripada di perdesaan. Namun hal ini tidak berarti lanjut usia perkotaan lebih sejahtera daripada lanjut usia perdesaan.

Adanya upah lanjut usia yang sangat minim jika tidak ditunjang dengan dukungan finansial dari pihak lain baik anggota keluarga maupun orang lain tidak dapat berharap bahwa lanjut usia tersebut akan hidup dalam kondisi yang menguntungkan. Tingkat pendidikan lanjut usia pada umumnya sangat rendah. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja sehingga pendapatan yang diperoleh juga semakin kecil. Menurut Sedarmayanti (2001) pekerjaan yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan mendorong kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan maka akan meningkatkan pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan Nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif yang mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan psikologis, kelemahan fisik . Jadi jika lanjut usia dengan kondisi yang serba menurun bekerja sudah tidak efektif lagi ditinjau dari proses dan hasilnya.

2. Kesempatan Kerja

Bekerja adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu (Sumarjo, 1997). Bekerja sering dikaitkan dengan penghasilan dan penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan manusia. Untuk itu agar dapat tetap hidup manusia harus bekerja. Dengan bekerja orang akan dapat memberi makan dirinya dan keluarganya, dapat membeli sesuatu, dapat memenuhi kebutuhannya yang lain.

Saat ini ternyata diantara lanjut usia banyak yang tidak bekerja. Tingkat pengangguran lanjut usia relatif tinggi di daerah perkotaan, yaitu 2,2%. Dengan makin sempitnya kesempatan kerja maka kecenderungan pengangguran lanjut usia akan semakin banyak . Partisipasi angkatan kerja makin tinggi di perdesaan daripada di kota. Lanjut usia yang masih bekerja sebagian besar terserap dalam bidang pertanian. Di perkotaan lebih banyak yang bekerja di sektor perdagangan yaitu 38,4% sedangkan yang bekerja disektor pertanian 27,0% , sisanya berada disektor jasa 17,3%, industri 9,3% angkutan 3,3%, bangunan 2,8% dan sektor lainnya relatif kecil 1%.

Seringkali mereka menemukan kenyataan bahwa sangat sedikit kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka, walaupun mereka ingin bekerja dan sanggup untuk melakukan pekerjaan tersebut, karena pendidikan yang dimiliki lanjut usia tidak lagi terarah pada pasar tenaga kerja tidak dimasukkan dalam kebijakan – kebijakan pendidikan yang berkelanjutan. Pembinaan ketrampilan dan pelatihan yang dilakukan terus-menerus hanya berlaku bagi orang-orang muda. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya lanjut usia bersaing di pasaran kerja, sehingga banyak orang lanjut usia yang tidak bekerja meskipun tenaganya masih kuat dan mereka masih berkeinginan untuk bekerja.

Ada beberapa kondisi yang membatasi kesempatan kerja bagi pekerja lanjut usia ( Hurlock, 1994) : (1) Wajib Pensiun, pemerintah dan sebagian besar industri/perusahaan mewajibkan pekerja pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka tidak mau lagi merekrut pekerja yang mendekati usia wajib pensiun, karena waktu, tenaga dan biaya untuk melatih mereka sebelum bekerja relatif mahal (2) Jika personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka para lanjut usia sulit mendapatkan pekerjaan (3) Sikap sosial . Kepercayaan bahwa pekerja yang sudah tua mudah kena kecelakaan, karena kerja lamban, perlu dilatih agar menggunakan teknik-teknik modern merupakan penghalang utama bagi perusahaan untuk mempekerjakan orang lanjut usia (4) Fluktuasi dalam Daur Usaha. Jika kondisi usaha suram maka lanjut usia yang pertama kali harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang yang lebih muda apabila kondisi usaha sudah membaik.

D. Faktor Hubungan Sosial

Faktor hubungan sosial meliputi hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan keluarga, teman sebaya/ usia lebih muda, dan masyarakat. Dalam hubungan ini dikaji berbagai bentuk kegiatan yang diikuti lanjut usia dalam kehidupan sehari-hari.

1. Sosialisasi Pada Masa Lanjut Usia

Sosialisasi lanjut usia mengalami kemunduran setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja atau tibanya saat pensiun. Teman-teman sekerja yang biasanya menjadi curahan segala masalah sudah tidak dapat dijumpai setiap hari. Lebih-lebih lagi ketika teman sebaya/sekampung sudah lebih dahulu

meninggalkannya. Sosialisasi yang dapat dilakukan adalah dengan keluarga dan masyarakat yang relatif berusia muda .

Pada umumnya hubungan sosial yang dilakukan para lanjut usia adalah karena mereka mengacu pada teori pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia umumnya berasal dari hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang timbul dari perilaku orang lain. Pekerjaan yang dilakukan seorang diripun dapat menimbulkan kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat karya seni, dan sebagainya, karena pengalaman-pengalaman tadi dapat dikomunikasikan dengan orang lain. Menurut Sri Tresnaningtyas Gulardi (1999) ada dua syarat yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial : (1) Perilaku tersebut berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain (2) Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan. Tujuan yang hendak dicapai dapat berupa imbalan intrinsik, yaitu imbalan dari hubungan itu sendiri, atau dapat berupa imbalan ekstrinsik, yang berfungsi sebagai alat bagi suatu imbalan lain dan tidak merupakan imbalan bagi hubungan itu sendiri. Jadi pada umumnya kebahagiaan dan penderitaan manusia ditentukan oleh perilaku orang lain. Sama halnya pada tindakan manusia yang mendatangkan kesenangan disatu pihak dan ketidak senangan di pihak lain.

Lebih lanjut dikatakan oleh Soerjono Soekamto ( 1997) bahwa interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu : (1) Adanya kontak sosial. Dengan perkembangan teknologi sekarang ini kontak sosial dapat dilakukan melalui, surat, telepon radio dan sebagainya. (2) Adanya komunikasi. Berkomunikasi adalah suatu proses yang setiap hari dilakukan . Akan tetapi komunikasi bukanlah suatu hal yang mudah. Sebagai contoh salah paham merupakan hasil dari komunikasi yang tidak efektif dan sering terjadi.

Berkomunikasi dengan orang lanjut usia merupakan hal lebih sulit lagi. Hal ini disebabkan lanjut usia memiliki ciri yang khusus dalam perkembangan usianya. Ada dua sumber utama yang menyebabkan kesulitan berkomunikasi dengan lanjut usia, yaitu penyebab fisik dan penyebab psikis. Penyebab fisik, pendengaran lanjut usia menjadi berkurang sehingga orang lanjut usia sering tidak mendengarkan apa yang dibicarakan. Secara psikis, orang lanjut usia merasa mulai kehilangan kekuasaan sehingga ia menjadi seorang yang lebih sensitif , mudah tersinggung sehingga sering menimbulkan kesalah pahaman. Simulasi yang bersifat simultif/merangsang lanjut usia untuk berpikir, dan kemampuan berpikir lanjut usia akan tetap aktif dan terarah.

2. Tradisi di Indonesia

Di Indonesia umumnya memasuki usia lanjut tidak perlu dirisaukan. Mereka cukup aman karena anak atau saudara-saudara yang lainnya masih merupakan jaminan yang baik bagi orang tuanya. Anak berkewajiban menyantuni orang tua yang sudah tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Nilai ini masih berlaku, memang anak wajib memberikan kasih sayangnya kepada orang tua sebagaimana mereka dapatkan ketika mereka masih kecil.

Para usia lanjut mempunyai peranan yang menonjol sebagai seorang yang “dituakan”, bijak dan berpengalaman, pembuat keputusan , dan kaya pengetahuan. Mereka sering berperan sebagai model bagi generasi muda, walaupun sebetulnya banyak diantara mereka tidak mempunyai pendidikan formal. Pengalaman hidup lanjut usia merupakan pewaris nilai-nilai sosal budaya sehingga dapat menjadi panutan bagi kesinambungan kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Walaupun sangat sulit untuk mengukur berapa besar produktivitas budaya yang dimiliki orang lanjut usia, tetapi produktivitas tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh para generasi penerus mereka (Yasa, 1999). Salah satu produktivitas budaya yang dimiliki lanjut usia adalah sikap suka memberi . Memberi adalah suatu bentuk komunikasi manusia. Dengan hubungan itu manusia memberikan arti kepada dirinya, dan juga kepada sesamanya (Sumarjo,1997). Dasar perbuatan memberi adalah cinta kasih , perhatian, pengenalan, dan simpati terhadap sesama. Itu berarti seseorang perduli kepada orang lain dan ingin menolong orang lain untuk mengembangkan dirinya. Lanjut usia dapat memberi kepada orang lain/generasi muda dalam wujud pengetahuan, pikiran, tenaga perbuatan, selain memberikan apa yang dimiliki

3. Pola Tempat Tinggal

Secara umum lanjut usia cenderung tinggal bersama dengan anaknya yang telah menikah (Rudkin, 1993). Tingginya penduduk lanjut usia yang tinggal dengan anaknya menunjukkan masih kuatnya norma bahwa kehidupan orang tua merupakan tanggungjawab anak-anaknya. Survey yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD FEUI, 1993) terhadap 400 penduduk usia 60-69 tahun, yang terdiri dari 329 pria dan 71 wanita, menunjukkan bahwa hanya sedikit penduduk lanjut usia yang tinggal sendiri (1,5%), diikuti oleh yang tinggal dengan anak (3,3%), tinggal dengan menantu (5,0%), tinggal dengan suami/istri dan anak (29,8%), tinggal dengan suami,istri dan menantu (19,5%), dan penduduk lanjut usia yang tinggal dengan pasangannya ada 18,8%.

Hasil temuan Yulmardi (1995) juga menunjukkan bahwa masyarakat lanjut usia di Sumatera , khususnya di pinggiran kota Jambi sebagian besar tinggal dalam keluarga luas. Menurut Rudkin (1993) penduduk lanjut usia yang hidup sendiri secara umum memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah dibanding dengan lanjut usia yang tinggal dengan keluarganya.

4. Dukungan Keluarga dan Masyarakat

Bagi lanjut usia, keluarga merupakan sumber kepuasaan. Data awal yang diambil oleh peneliti terhadap lanjut usia berusia 50, 60 dan 70 tahun di kelurahan Jambangan menyatakan bahwa mereka ingin tinggal di tengah-tengah keluarga. Mereka tidak ingin tinggal di Panti Werdha. Para lanjut usia merasa bahwa kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai kakek, dan nenek. Mereka dapat berperan dengan berbagai gaya, yaitu gaya formal, gaya bermain, gaya pengganti orang tua, gaya bijak, gaya orang luar, dimana setiap gaya membawa keuntungan dan kerugian masing-masing . Akan tetapi keluarga dapat menjadi frustasi bagi orang lanjut usia. Hal ini terjadi jika ada hambatan komunikasi antara lanjut usia dengan anak atau cucu dimana perbedaan faktor generasi memegang peranan.

Sistem pendukung lanjut usia ada tiga komponen menurut Joseph. J Gallo

( 1998 ), yaitu jaringan-jaringan informal, system pendukung formal dan dukungan-dukungan semiformal. Jaringan pendukung informal meliputi keluarga dan kawan-kawan. Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial setempat, program-program medikasi dan kesejahteraan sosial. Dukungan-dukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan dan interaksi yang disediakan oleh organisasi lingkungan sekitar seperti perkumpulan pengajian, gereja, atau perkumpulan warga lansia setempat. Sumber-sumber dukungan-dukungan informal biasanya dipilih oleh lanjut usia sendiri. Seringkali berdasar pada hubungan yang telah terjalin sekian lama. Sistem pendukung formal terdiri dari program Keamanan Sosial, badan medis, dan Yayasan Sosial. Program ini berperan penting dalam ekonomi serta kesejahteraan sosial lanjut usia, khususnya dalam gerakan masyarakat industri, dimana anak-anak bergerak menjauh dari orangtua mereka. Kelompok-kelompok pendukung semiformal, seperti kelompok-kelompok pengajian, kelompok-kelompok gereja, organisasi lingkungan sekitar, klub-klub dan pusat perkumpulan warga senior setempat merupakan sumber-sumber dukungan sosial yang penting bagi lanjut usia.Lanjut usia harus mengambil langkah awal untuk mengikuti sumbersumber dukungan di atas. Dorongan, semangat atau bantuan dari anggota-anggota keluarga, masyarakat, sangat dibutuhkan oleh lanjut usia. Jenis-jenis bantuan informal, formal, dan semiformal apa sajakah yang tersedia bagi lanjut usia yang terkait pada masa lampaunya.

E. Kemandirian

Ketergantungan lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami menurunnya fungsi luhur /pikun atau mengidap berbagai penyakit . Ketergantungan lanjut usia yang tinggal di perkotaan akan dibebankan kepada anak, terutama anak wanita (Herwanto 2002). Anak wanita pada umumnya sangat diharapkan untuk dapat membantu atau merawat mereka ketika orang sudah lanjut usia. Anak wanita sesuai dengan citra dirinya yang memiliki sikap kelembutan, ketelatenan dan tidak adanya unsur “sungkan” untuk minta dilayani. Tekanan terjadi apabila lanjut usia tidak memiliki anak atau anak pergi urbanisasi ke kota . Mereka mengharapkan bantuan dari kerabat dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang terakhir adalah panti werdha.

Lanjut usia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan lanjut usia yang secara fisik kesehatannya cukup prima Dari aspek sosial ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat hidupnya

Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan mental. Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil kelompok ahli dari WHO pada tahun 1959 ( Hardywinoto :1999) yang menyatakan bahwa mental yang sehat / mental health mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : (1) Dapat menyesuaikan diri dengan secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau realitas tadi buruk (2) Memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) Merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima (4) Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas (5) Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan (6) Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan (7) Menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (8) Mempunyai daya kasih sayang yang besar.

Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) menurut Setiati (2000) ada 2 yaitu AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil,dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas yang komplek seperti memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang.

Salah satu kriteria orang mandiri adalah dapat mengaktualisasikan dirinya (self actualized ) tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama pada lingkungan dan kepada orang lain. Mereka lebih tergantung pada potensi-potensi mereka sendiri bagi perkembangan dan kelangsungan pertumbuhannya. Adapun kriteria orang yang mandiri menurut Koswara (1991) adalah mempunyai (1) kemantapan relatif terhadap pukulan-pukulan, goncangan-goncangan atau frustasi (2) kemampuan mempertahankan ketenangan jiwa (3) kadar arah yang tinggi (4) agen yang merdeka (6) aktif dan (5) bertanggung jawab. Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari diri dari penghormatan, status, prestise dan popularitas kepuasan yang berasal dari luar diri mereka anggap kurang penting dibandingkan dengan pertumbuhan diri.

Poerwadi mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat mengurusi dirinya sendiri (2001 : 34). Ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau tergantung kepada orang lain. Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka menyatakan hidupnya nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak cucu. Tugas-tugas Perkembangan pada Lansia

a. Menyesuaikan diri dengan kekuatan dan kesehatan fisik yang menurun.

b. Menyesuaikan diri dengan masa pension dan penurunan pendapatan.

c. Menyesuaikan diri dengan keadaan ditinggalkan oleh suami atau istri yang meninggal terlebih dahulu.

d. Membina hubungan bantu-membantu yang eksplisit dengan kelompok orang yang sesuai.

e. Menemukan kewajiban-kewajiban social dan kewarganegaraan.

f. Membina pengaturan fisik yang memuaskan.

F. Perlakuan Terhadap Usia Lanjut Menurut Islam

Manusia usia lanjut dalam penelitian banyak orang adalah manusia yang sudah tidak produktif lagi. Kondisi fisik rata-rata sudah menurun, sehingga dalam kondisi yang sudah uzur ini berbagai macam penyakit sudah siap untuk menggerogoti mereka. Dengan demikian di usia lanjut ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka berada pada sisa umur menunggu datangnya kematian.

Menurut Lita L. Atkinson, sebagian besar orang-orang yang berusia lanjut (usia 70-79 th) menyatakan tidak merasa dalam keterasingan dan masih menunjukkan aktifitas yang positif. Tetapi perasaan itu muncul setelah mereka memperoleh bimbingan semacam teraphi psikologi .

Kajian psikologi berhasil mengungkapkan bahwa di usia melewati setengah baya, arah perhatian mereka mengalami perubahan yang mendasar. Bila sebelumnya perhatian diarahkan pada kenikmatan materi dan duniawi, maka pada peralihan ke usia tua ini, perhatian mereka lebih tertuju kepada upaya menemukan ketenangan batin. Sejalan dengan perubahan itu, maka masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan akherat mulai menarik perhatian mereka.

Perubahan orientasi ini diantaranya disebabkan oleh pengaruh psikologis. Di satu pihak kemampuan fisik pada usia tersebut sedah mengalami penurunan. Sebaliknya di pihak lain, memiliki khasanah pengalaman yang kaya. Kejayaan mereka di masa lalu yang pernah diperoleh sedah tidak lagi memperoleh perhatian, karena secara fisik mereka dinilai sudah lemah. Kesenjangan ini menimbulkan gejolak dan kegelisahan-kegelisahan batin .

Apabila gejolak-gejolak batin tidak dapat di bendung lagi, maka muncul gangguan kejiwaan seperti stress, putus asa, ataupun pengasingan diri dari pergaulan sebagai wujud rasa rendah diri (inferiority). Dalam kasus-kasus seperti ini, umumnya agama dapat difungsikan dan diperankan sebagai penyelamat . Sebab melalui ajaran pengamalan agama, manusia usia lanjut merasa memperoleh tempat bergantung. Fenomena adanya para pejabat pensiunan seperti ini sudah jamak terlihat di masyarakat akhir-akhir ini .

Sebagai dalam memberi perlakuan yang baik kepada kedua orang tua, Allah menyatakan : “Jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu , maka jangan sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan jangan kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs 17 : 23).

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa :

1. Macam kebutuhan di bagi menjadi tiga yaitu : kebutuhan individual , kebutuhan social , kebutuhan manusia akan agama .

2. Dorongan beragama merupakan salah satu dorongan yang bekerja dalam diri manusia.

3. Salah satu fitrah manusia adalah manusia menerima Allah SWT sebagai tuhan , dengan kata lain manusia itu adalah dari asal mempunyai kecenderungan beragama , sebab agama itu sebagian dari fitrah-Nya .

4. Keberagamaan seorang dewasa cenderung didasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat memberikan kepuasan batin atas dasar pertimbangan akal sehat.

5. Manusia usia lanjut dalam penelitian banyak orang adalah manusia yang sudah tidak produktif lagi . Kondisi fisik rata-rata sudah menurun , sehingga dalam kondisi yang sudah uzur ini berbagai macam penyakit sudah siap untuk menggerogoti mereka . Dengan demikian di usia lanjut ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka berada pada sisa umur menunggu datangnya kematian .

6. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan .

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger

jalan terbaik

    tentang Blog INi

    Umat akhir zaman

    cOmmEnT heRe


    ShoutMix chat widget